Monday, September 24, 2012

Lupa Menjadi Manusia.


‘Silakan neng istirahat dulu disini,nggak usah bayar kok.’

Entah kenapa mendengar ajakan si ibu yang jaga vila ini bikin saya terhenti sejenak dari kesibukan mencatat hasil pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan sebelumnya. Memang waktu itu kami cukup capek dari perjalanan yang lumayan bikin badan rontok plus malam sebelumnya kami Cuma tidur di dalam mobil dan di saung karena kami sampai terlalu cepat, jam 3 pagi. Ditambah lagi kami harus kembali pulang ke Jakarta hari itu juga.


Beberapa kali berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di daerah yang jauh dari hedonisnya kota terkadang membuat saya sering harus terdiam dan ‘tertampar’ dengan sikap yang mereka tunjukkan. Sikap yang berbeda dengan yang ditunjukkan oleh orang-orang di kota besar dimana saya tinggal. Orang-orang yang terkadang terlalu mengkotak-kotakkan dan membuat strata sendiri untuk merendahkan atau meninggikan derajat seseorang. Bahwa orang yang tinggal di kota besar lebih tinggi derajatnya dari orang yang tinggal di kota kecil, bahwa tinggal di ibukota adalah segalanya dan keren. Bahwa Jakarta dan Jawa itu berbeda, padahal ya Jakarta itu ada di pulau Jawa juga bukan?


Beberapa kali saya mendapatkan hospitality yang luar biasa dari orang-orang ini disaat pikiran saya justru membuat banyak perhitungan ini itu. Berapa yang harus saya bayar?Apakah mereka tidak rugi?Apakah saya boleh numpang ini itu segala macem?Apakah kalau saya melakukan lebih berarti harus bayar lebih?Apakah aman kalau saya tinggal barang saya?Ada maksud tersembunyi nggak ya mereka?begitu seterusnya sampai ruwet sendiri itu kepala. Seperti temen saya yang bahkan takut untuk pipis di kamar mandi di dalam kamar vila yang dipinjamkan ke kami untuk Solat Subuh. Sangat tipikal sekali. Sedangkan orang-orang ini malah santai saja dan tidak pernah merasa rugi dengan apa yang mereka berikan. Mereka hidup dengan kesimpelannya dan kita dengan keribetannya.


I’m ashamed with myself actually. Hidup di kota besar dan memperhitungkan segala sesuatu dengan untung dan rugi. Hidup dengan penuh kecurigaan bahwa banyak serigala di sekitar. Sibuk dengan diri sendiri dan ‘berjalan’ dengan tempo yang terlalu cepat sampai lupa menikmati kehidupan dengan santai kaya di pantai. Bangga menjadi bagian dari masyarakat dunia dengan segala gadget canggih, update teknologi, update segala macam hal. Tapi lupa untuk menjadi manusia.


Beruntunglah mereka yang tidak terkontaminasi kehidupan yang super ribet ini. Yang terlalu memuja trend dan berlomba-lomba menjadi yang paling update, walau terkadang sebenernya gag ngerti dengan apa yang dikejar dan dibanggakan. Saya harap kontaminasi ini tidak akan meluas dan merusak kearifan lokal mereka. I envy them.


Hufff…jadi kangen kabur dari Jakarta lagi.

No comments: